Sirah Nabawi -part 11- Memasuki Madinah

Episode 11.6
Chapter: Memasuki Madinah

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Setelah melakukan perjalanan hijrah selama berhari-hari, Rasulullah SAW meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun ke-14 dari nubuwah atau tahun pertama hijrah, beliau tiba di Quba’ pada hari senin tanggal 8 Rabi’ul-Awwal, bertepatan dengan tanggal 23 September 622 M.

Di tengah perjalanan sebelum tiba di Quba’, beliau bertemu dengan Az-Zubair yang sudah masuk Islam, beserta sekumpulan kafilah dagang yang pulang dari Syam. Az-Zubair memberikan kain putih kepada beliau dan Abu Bakar.

Ketika orang-orang muslim di Madinah mendengar kabar tentang kepergian Rasulullah SAW dari Mekkah, maka setiap pagi mereka keluar menuju tanah lapang menunggu kedatangan beliau. Lalu mereka pulang tatkala panas matahari menyengat pada tengah hari.

Suatu hari tatkala mereka sedang pulang setelah menunggu sekian lama dan tatkala mereka sudah masuk ke rumah mereka masing-masing, ada salah seorang Yahudi yang naik ke atas benteng mereka untuk suatu keperluan. Saat itu dia melihat Rasulullah SAW dan rekan-rekannya, membentuk titik putih yang kabur karena fatamorgana.

Orang Yahudi itu tidak kuasa menahan diri untuk berteriak dengan suara nyaring, “Wahai semua orang Arab, itulah kakek kalian yang kalian tunggui-tumnggu.” Seketika itu orang-orang muslim menghampiri senjatanya.

Orang-orang muslim bertakbir karena gembira atas kedatangan beliau. Suara hiruk-pikuk dan takbir bergema di kalangan Bani Amr bin Auf. Mereka pun keluar rumah untuk menyongsong dan menyambut dengan ucapan selamat atas nubuwah beliau, lalu mereka bergerombol di sekeliling beliau.

Beliau diam dengan tenang, karena wahyu turun kepada beliau,

“Sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang Mukmin yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”

(QS At Tahrim 66:4)

Lalu mereka menyongsong kedatangan Rasulullah SAW. Beliau berjalan bersama mereka hingga berhenti di bani Amr bin Auf. Abu Bakar berdiri, sementara beliau hanya duduk sambil diam.

Orang-orang Anshar yang belum pernah melihat beliau, mengira bahwa beliau adalah Abu Bakar yang berdiri itu. Tatkala panas matahari mengenai beliau, maka Abu Bakar segera memayungi beliau dengan mantelnya. Pada saat itulah mereka baru tahu yang mana yang Rasulullah SAW.

Semua penduduk Madinah berkerumun untuk mengadakan penyambutan. Ini adalah hari yang sangat meriah. Sepanjang sejarahnya Madinah tidak pernah mengalami kejadian seperti itu.

Rasulullah SAW berada di Quba’ di rumah Kultsum bin Al-Hidn. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau menetap di rumah Sa’d bin Khaitsamah. Pendapat yang pertama lebih kuat.

Sementara itu, Ali bin Abu Thalib masih berada di Mekkah untuk menyelesaikan urusan Rasulullah SAW dengan beberapa orang seperti yang dipesankan beliau. Setelah itu dia hijrah ke Madinah dengan cara berjalan kaki, hingga bertemu beliau di Quba’ dan juga menetap di rumah Kultsum bin Al-hidn.

Beliau berada di Quba’ selama 4 hari, yaitu Senin sampai dengan Kamis. Di sana beliau membangun masjid Quba’ dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas dasar takwa setelah nubuwah.

Pada hari Jum’at, beliau melanjutkan perjalanan, dan Abu Bakar membonceng di belakang beliau. Utusan dikirim kepada Bani An-Najjar, yang masih terhitung paman beliau dari sang ibu, lalu mereka pun datang sambil menghunus pedang. Mereka serombongan menuju Madinah.

Sholat Jum’at dilakukan di Bani Salim bin Auf. Maka beliau melaksanakannya di masjid di tengah lembah. Jumlah mereka ada seratus orang.

Seusai sholat Jum’at, Rasulullah SAW memasuki kota Madinah. Sejak hari itulah Yastrib dinamakan Madinatur-rasul SAW, yang kemudian disingkat dengan nama Madinah saja. Ini adalah hari yang sangat monumental.

Semua rumah dan jalan ramai dengan suara tahmid dan taqdis. Sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait syair karena senang dan gembira.

“Purnama telah terbit atas kami

Dari arah Tsaniyyatul-Wada’

Kita wajib mengucap syukur

Dengan doa kepada Allah semata

Wahai orang yang diutus kepada kami

Kau datang membawa urusan yang ditaati”

Sekalipun orang-orang Anshar bukan termasuk orang-orang yang sangat kaya, tetapi setiap orang di antara mereka berharap agar Rasulullah SAW singgah di rumahnya.

Tak ada satu rumah pun yang dilalui beliau melainkan mereka pasti memegang tali kekang onta beliau, sambil meminta agar beliau berkean singgah di rumahnya.

Beliau bersabda, “Berilah jalan kepada onta ini, karena ia adalah onta yang sudah diperintah.”

Onta beliau terus berjalan hingga tiba di suatu tempat yang sekarang ini menjadi Masjid Nabawy. Di tempat ini ia menderum. Namun beliau tidak turun dari punggungnya. Onta ini berdiri lagi berjalan beberapa langkah, menolehkan kepala lalui kembali lagi dan menderum di tempat semula.

Baru kemudian beliau turun dari punggungnya. Tempat itu berada di Bani An-Najjar, yang masih terhitung paman-paman beliau.

Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah rumah kerabat kami yang paling dekat jaraknya?”

Abu Ayyub Al-Anshary menjawab, “Aku wahai Rasulullah. Itu rumahku dan itu pintunya.”

Maka beliau beranjak dan Abu Ayyub menyiapkan tempat yang biasa dipergunakan untuk istirahat siang. Saat itu beliau bersabda, “Orang-orang yang berada pada barakah Allah.”

Selang beberapa hari kemudian istri beliau, Saudah dan kedua putri beliau, Fatimah dan Ummu Kultsum tiba di Madinah, bersama-sama dengan Usamah bin Zaid, Ummu Aiman, Abdullah bin Abu Bakar dan seluruh keluarga Abu Bakar, termasuk pula Aisyah.

Sementara Zainab, putri beliau masih tinggal bersama suaminya, Abul-Ash di Mekkah. Zainab belum memungkinkan untuk hijrah, dan baru hijrah setelah Perang Badr.

Aisyah berkata, “Tatkala Rasulullah SAW sudah tiba di Madinah, sementara Abu Bakar dan Bilal merintih kesakitan, aku segera menemui keduanya dan bertanya, “Wahai ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”

Biasanya jika Abu Bakar terkena demam, maka dia mnejawab dengan sebuah syair.

“Kala pagi setiap orang bisa berkumpul dengan keluarga

Namun kematian lebih dekat daripada tali terompahnya.”

Aisyah berkata, “Lalu aku mendatangi Rasulullah SAW dan mengabarkan keadaannya itu.”

Maka beliau berdoa, “Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah ini seperti cinta kami kepada Mekkah atau bahkan lebih banyak lagi. Sebarkanlah kesehatan di Madinah, berkahilah ukuran dan timbangannya, singkirkanlah sakit demamnya dan sisakanlah air padanya.”

Begitulah bagian akhir dari hijrah Rasulullah SAW, yang menandai berakhirnya separuh periode dakwah Islam, yaitu periode Mekkah.

*tobecontinued*

Sirah Nabawi -part 11- Perjalanan ke Madinah

Episode 11.5
Chapter: Perjalanan Ke Madinah

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Setelah 3 hari di Jabal Tsur, Abdullah bin Abu Bakar membawa seorang penunjuk jalan, namanya Abdullan bin Uraiqith, yang pandai menunjukkan jalan ke Madinah di luar jalan biasa. Bismillah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar pun melanjutkan perjalanan menuju Madinah dengan seorang penunjuk jalan.

Mereka terus berjalan dan berjalan, kadang-kadang Abu Bakar harus menggendong Rasulullah SAW, agar tidak terlihat jejaknya bertiga. Mereka juga mengambil jalur ke daerah pesisir laut, supaya jejak mereka hilang tersapu ombak.

Suatu ketika, ada seorang kafir, namanya Suraqah bin Malik, mendengar berita ada yang melihat mereka bertiga. Saat itu Suraqah sedang mengobrol dengan kaumnya, kata mereka, “Itu pasti Muhammad, yang satunya lagi temannya, dan yang ketiga adalah penunjuk jalan.”

Namun Suraqah menyanggahnya, “Bukan, itu bukan Muhammad. Itu teman saya yang sedang ada perjalanan, sudah jangan pikirkan lagi, mungkin Muhammad sudah sampai di Madinah,” namun dalam hatinya Suraqah membenarkan, tapi dia ingin mendapat hadiah 100 ekor unta sendiri, tidak dibagi dengan yang lain.

Akhirnya Suraqah pamit, lalu menyiapkan kudanya lengkap dengan tombak dan panahnya, lalu langsung memacu kudanya menyusul Rasulullah SAW.

Sementara itu, Abu Bakar tetap was-was, “Ya Rasulullah, saya takut ada yang mengikuti dan menghantam kita,” namun beliau tidak menjawab.

Abu Bakar berjalan di sebelah kanan Rasulullah SAW, menit berikutnya pindah ke sebelah kiri beliau. Menit berikutnya pindah lagi ke depan beliau, lalu pindah lagi ke belakang beliau.

“Kenapa kau muter-muter begitu Abu Bakar?”

“Demi Allah, saya mengkhawatirkan keselamatan Anda ya Rasulullah. Ketika di belakang Anda, saya takut ada panah dari depan Anda, maka saya pindah ke depan Anda. Ketika di kanan anda, saya takut ada panah dari kiri Anda, maka saya pindah ke kiri Anda. Jadi saya ini serba ketakutan,” jawab Abu Bakar.

“Laa takhof walaa tahzan, innallaaha ma ana.. Jangan takut dan jangan sedih, sesungguhnya Allah bersama kita,” kata Rasulullah SAW.

Suraqah semakin dekat, Rasululah SAW semakin khusyu’ berdzikir sambil terus berjalan.

“Ya Rasulullah, ada seorang pemburu di belakang kita,” Rasulullah SAW tetap khusyu’.

Ketika merasa jaraknya cukup untuk melempar tombak, Suraqah berdiri di atas kudanya, siap-siap untuk melempar tombaknya ke arah Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, cukup Engkau yang melindungi kami”

Saat itu kudanya ambles kakinya, jatuh Suraqah. Kaget dia, lalu bangun lagi. Kenapa ini? Saya tidak pernah jatuh dari kuda, saya ini jago naik kuda, sekarang bisa jatuh, kenapa ini?

Dia naik lagi ke kudanya, siap melemparkan tombaknya lagi.

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, cukup Engkau yang melindungi kami”

Jatuh Suraqah. Bangkit lagi.

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, cukup Engkau yang melindungi kami”

Suraqah jatuh lagi. Suraqah berpikir pasti Muhammad ini dilindungi oleh Tuhannya, jangan-jangan malah saya yang mati dibunuh oleh Tuhannya Muhammad. Maka ketakutan pun melanda Suraqah.

Dia berteriak, “Muhammad, tolong lindungi saya. Saya takut Tuhanmu marah.”

Beliau pun berhenti dan tersenyum pada Suraqah, “Ya, kau punya keamanan.”

“Muhammad, saya yakin kau ini pasti punya Tuhan yang hebat, minta satu buat saya. Terbuat dari apa Tuhanmu, emas atau perak atau apa? Saya minta.”

Coba apa yang akan harus dijawab, kalau seandainya ada orang yang bilang, Tuhanmu jago bener sih, minta dong satu. Harus jawab apa?

Rasulullah SAW berpikir hendak menjawab apa, tiba-tiba Jibril datang,

“Muhammad, katakan: Qul huwallahu ahad, Allahush shomad, Lam yalid walam yulad, Walam yakul lahu kufuwan ahad”

“O begitu tuhanmu,” kata Suraqah.

“Muhammad, tolong buat perjanjian dengan saya, bahwa kau menjamin saya, pulang aman ke kampung saya. Tuhanmu tidak marah pada saya, dan saya minta kau jaga saya dengan Tuhanmu agar saya bisa sampai ke tempat saya. Dan saya pun berjanji apapun yang kau inginkan.”

Maka beliau pun meminta Abu Bakar menuliskan perjanjian tersebut, bahwa pertama, Suraqah berjanji tidak akan memberitahu kepada siapa saja perihal pertemuan dengan Rasulullah SAW, kedua, bahwa Rasulullah SAW menjamin keselamatan Suraqah kapanpun. Subhanallah..

Suraqah pun menyimpan kertas yang berisi perjanjian itu.

“Suraqah, kenapa kau mau bunuh saya?”

“Muhammad, sebenarnya saya tidak benci kau, tidak pula cinta kau, hanya saja ada hadiah 100 ekor unta di belakangmu.”

Rasulullah bersabda, “Suraqah, bagaimana kau akan membunuh saya, sementara kau nanti akan menjadi prajuritku, kau nanti akan ikut berperang melawan Romawi, dan Romawi akan berada di bawah kekuasaanku, kemudian kebanggan raja romawi, gelang kebanggaan romawi itu akan berada di tangan kananmu,” Subhanallah..

Suraqah bingung, “Benarkah itu?”

“Tunggu nanti,” kata beliau. (Kelak dalam beberapa episode mendatang kita akan tiba di chapter di mana apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW ini menjadi kenyataan)

Suraqah pun pulang kembali dan mendapatkan orang-orang masih berusaha mencari Muhammad SAW. Maka dia berkata, “Aku tidak memperoleh kabar apa-apa untuk kalian. Lebih baik kalian diam saja di sini.” Suraqah pun menepati janjinya untuk menjaga beliau.

*tobecontinued*

kisah ini dalam versi audio mp3 Ceramah oleh ustadz Abi Makki bisa didownload atau streaming dari link : http://www.4shared.com/mp3/RgctCYS9/sirah_nabawi_11_perintah_hijra.html

Sirah Nabawi -part 11- Di Gua Tsur

Episode 11.4
Chapter: Di Gua Tsur

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Rasulullah SAW menyadari sepenuhnya bahwa tentunya orang-orang Quraisy akan mencarinya mati-matian. Maka beliau mengambil jalur yang tidak biasa. Kalau jalur biasa ke Madinah adalah jalur yang mengarah ke utara, beliau justru mengambil jalur yang ke selatan, mengarah ke Yaman. Maka orang-orang Quraisy yang mencari beliau tidak bisa menemukan beliau. Subhanallah.. cerdasnya luar biasa Rasulullah SAW..

Bersama Abu Bakar, beliau berada di Jabal Tsur selama sekitar 3 hari. Ini adalah sepenggal episode yang indah tentang persahabatan Rasulullah SAW dan Abu Bakar.

Ketika mereka berdua mau masuk ke gua Tsur, Abu Bakar berkata, “Ya Rasulullah, ijinkan aku untuk masuk lebih dahulu.”

Kenapa?

“Saya takut di dalamnya ada binatang yang membahayakan keselamatan Anda, kalajengking atau ular. Anda masuk belakangan ya Rasulullah.”

Maka Abu Bakar memeriksa setiap lubang dengan menggunakan kayu, takut ada binatang. Setiap lubang diperiksanya, tak ada binatang yang keluar. Maka Abu Bakar pun mempersilakan beliau masuk.

“Tunggu ya Rasulullah,” kata Abu Bakar tiba-tiba, lalu ia memeriksa lagi, memastikan kembali bahwa setiap lubang tidak ada binatang berbahaya. Kalau tadi dengan kayu, kali ini dengan tangannya langsung. Subhanallah..

Tinggal satu lubang yang tidak bisa diperiksa dengan kayu, tidak juga dengan tangan, akhirnya ditutupnya dengan pahanya, Abu Bakar duduk di atasnya, dipersilakannya Rasulullah SAW masuk. Maka karena saking lelahnya, beliau langsung tertidur di pangkuan Abu Bakar. Subhanallah.. Kemuliaan yang sangat luar biasa bagi Abu Bakar.

Masih ingat tentang mimpi Abu Bakar yang pernah diceritakan di episode sebelumnya, yang chapter “Islamnya Abu Bakar” kan?

Di siti diceritakan bahwa di dalam mimpinya Abu Bakar melihat bulan purnama, bulan purnama ini muncul dari kota Mekkah, keluar dan naik ke langit atas, lalu ternyata turun kembali ke kota Mekkah, kemudian bulan purnama ini pecah dan pecahannya sampai ke tiap-tiap rumah yang ada di kota Mekkah. Setelah itu bulan purnama bersatu kembali, lalu naik ke atas, tepat berada di atas Ka’bah, tiba-tiba turun ke pangkuan Abu Bakar.

Dan kini nabi akhir zaman yang mulia itu tidur di pangkuan Abu Bakar, subhanallah..

Tiba-tiba, dari lubang yang ditutup dengan pahanya, ada yang menggigitnya. Ular. Abu Bakar terkejut, tapi ia tetap diam tidak bergerak, ia tidak mau membuat Rasulullah SAW terbangun. Ia tetap diam, diam. Tapi karena saking sakitnya gigitannya, air matanya keluar, jatuh kena pipi beliau.

Beliau pun terbangun, kaget melihat Abu Bakar menangis.

“Kenapa kau menangis, Abu Bakar?”

Kalau kita mungkin akan langsung menjawab, ‘Ular’.

Tapi tidak dengan Abu Bakar, ia malah meminta maaf, “Maaf ya Rasulullah, aku telah membangunkan tidur Anda,” Subhanallah..

Beliau kembali bertanya, “Kenapa kau menangis, Abu Bakar?”

“Maaf ya Rasulullah, aku telah membangunkan Anda,” Abu Bakar tetap tak menjawab, malah meminta maaf.

“Kenapa kau menangis, Abu Bakar?”

“Ya Rasulullah, maaf, aku telah membangunkan tidur Anda.”

Beliau pun mengerti, “Aku maafkan, ada apa?”

“Tidak seberapa ya Rasulullah, hanya ini saja, saya digigit ular,” Subhanallah.. ‘hanya ini saja’, itulah kebiasaan Abu Bakar, ia hanya menjawab, ‘hanya begini saja’, padahal lukanya sudah membiru.

Maka Rasulullah SAW segera mengobati luka Abu Bakar, diberikan ludah, lalu diusap sambil berdoa. Sembuh seperti sedia kala, subhanallah..

Tak hanya itu saja, “Wallahi, Demi Allah, kau tidak berhak mendapatkan apa-apa kecuali ini,” diperlihatkannya Surga yang indah kepada Abu Bakar. Saat itu Abu Bakar gembira, senang hatinya. Subhanallah..

Itulah kisah persahabatan yang begitu indah antara Abu Bakar ash Shiddiq dengan Rasulullah SAW dalam gua Tsur..

Akhirnya ada juga orang-orang kafir Quraisy yang mencari mereka sampai ke Jabal Tsur. Ketika mereka berdiri di depan gua Tsur, Abu Bakar sudah ketakutan, “Ya Rasulullah, kalau seandainya saja mereka melihat ke bawah, maka mereka akan melihat kaki-kaki kita.”

Kekhawatiran Abu Bakar bukan sekedar tertuju kepada nasib dirinya, tetapi sebabnya yang paling pokok adalah kekhawatirannya terhadap nasib Rasulullah SAW.

“Jika aku terbunuh, maka aku hanyalah seoarng manusia. Namun jika kau yang terbunuh, maka umat tentu akan binasa,” kata Abu Bakar.

“Laa tahzan, innallaaha ma ana. Jangan kau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita,” kata Rasulullah SAW menenangkan.

Maka sebagaimana ketika orang kafir yang mengepung rumah Rasulullah SAW tapi dibuat tidak bisa melihat beliau, maka kali ini pun demikian. Walaupun mereka sudah berada di atas, di depan gua, tapi seolah-olah mereka lupa dengan tujuan mereka. “Enak juga ya udara di sini, segar ya, indah pemandangannya, luar biasa!” seperti itu, mereka lupa dengan tujuannya mencari Muhammad SAW. Mereka hanya mengobrol ringan, lalu turun lagi, kembali ke Mekkah.

Sungguh pertolongan Allah yang luar biasa..

*tobecontinued*

kisah ini dalam versi audio mp3 Ceramah oleh ustadz Abi Makki bisa didownload atau streaming dari link : http://www.4shared.com/mp3/RgctCYS9/sirah_nabawi_11_perintah_hijra.html

Sirah Nabawi -part 11- Hijrah Bersama Abu Bakar

Episode 11.3
Chapter: Hijrah Bersama Abu Bakar

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Rumah Rasulullah SAW telah dikepung oleh para kafir Quraisy yang hendak membunuh beliau. Sementara Ali menggantikan tidur di atas kasur beliau, Rasulullah SAW keluar rumah menyibak kepungan mereka. Beliau memungut segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala mereka.

“Bismillaahirrohmaanirrohiim.. Yaasiin..” seterusnya Rasulullah SAW membaca ayat-ayat Al Qur’an di surat Yasin sampai di ayat 9 yang artinya “Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”

Semua yang sedang mengepung rumah beliau tiba-tiba melotot matanya tapi jatuh pedangnya, tertidur, hilang ingatan. Lalu Rasulullah SAW berjalan keluar rumah sambil melemparkan pasir ke arah mereka.  Beliau menaburkan debu di kepala setiap orang di antara mereka.

Kemudian beliau langsung menuju rumah Abu Bakar. “Assalamu’alayka ya Abu Bakar,” Abu Bakar pun membukakan pintu rumahnya.

Aisyah ra meriwayatkan bahwa saat itu Rasulullah SAW datang pada waktu itu yang mana waktu itu bukan waktunya bertamu yang biasa. Misalnya ada tidak tamu yang datang jam 1 atau jam 2 malam? Nah, waktu seperti itu bukan kelaziman untuk bertamu.

“Abu Bakar, keluarkan semua yang ada di rumahmu. Saya ada pembicaraan yang sangat penting yang ingin disampaikan,” kata Rasulullah SAW.

“Tidak ada siapa-siapa ya Rasulullah, kecuali anak-anakku saja,” jawab Abu Bakar.

“Sini Abu Bakar,” Beliau berbisik, “Saya sudah diijinkan untuk berhijrah.” Subhanallah..

Abu Bakar meneteskan air  mata, “Apakah aku yang akan menemanimu dalam perjalanan ya Rasulullah?”

“Ya Abu Bakar, kau yang akan menemaniku dalam perjalanan.”

Maka Abu Bakar langsung menangis, menangis. Aisyah ra meriwayatkan, “Demi Allah, saya tidak pernah melihat seseorang menangis karena saking gembiranya seperti Abu Bakar.” Saking gembiranya, sudah puncak kegembiraan sehingga sampai menangis.

“Ya Rasulullah, aku sudah siapkan 2 ekor unta,” Abu Bakar membawa beliau ke untanya.

“Yang Anda yang mana?”

“Yang ini ya Rasulullah,” Abu Bakar sengaja memilihkan unta yang terbaik untuk Rasulullah SAW.

“Berarti unta yang ini untukku ya. Saya akan bayar unta ini.”

“Demi Allah, jangan dibayar ya Rasulullah, ini adalah dariku.”

“Demi Allah, saya harus membayar. Karena ini adalah pahala yang besar saya membeli unta untuk berhijrah.”

Subhanallah.. karena hijrah ini penting, pahalanya besar, maka mengeluarkan uang di jalan-Nya adalah hal yang sangat penting, sangat besar pahalanya. Demikianlah Rasulullah SAW mengajarkan kita.

Setelah beliau membayar unta ke Abu Bakar, beliau membagi tugas. Ketika Rasulullah SAW hijrah, tidak bisa lepas dari beberapa peran.

Pertama, penghapus jejak. Tugas ini diberikan kepada Amir bin Fuhairah, pembantu setia Abu Bakar. “Amir, kami akan berangkat hijrah tapi tidak langsung ke Madinah. Kami akan singgah ke Jabal Tsur. Nanti jejak kaki kami kau ikuti bersama kambing yang kau gembalakan, sehingga jejak kaki kami terhapus. Jadi jejak yang terlihat adalah jejak kambing.”

“Nanti kalau kau sudah tahu di mana kami bersembunyi, kembalilah ke kota Mekkah, sampaikan kepada Abdullah bin Abu Bakar dan Asma binti Abu Bakar. Abdullah bertugas untuk menyampaikan kabar apa-apa yang terjadi di Mekkah, sedangkan Asma bertugas untuk mengirim makanan.”

Subhanallah.. hebatnya Rasulullah SAW. Taktik brilliant seorang jendral besar. Jadi ada bagian mata-mata, ada pemasok makanan, ada penghapus jejak. Subhanallah..

Maka saat itu dengan menggunakan selendang, Asma membawa makanan untuk Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Karena makanan yang dibawa cukup banyak, maka Asma membawa 2 selendang. Di situlah Asma binti Abu Bakar mendapat gelar “dzatun-nithaqain“ artinya yang memiliki 2 selendang.

Kita kembali kepada orang-orang kafir Quraisy yang sedang mengepung rumah Rasulullah SAW. Mereka tetap tertidur sampai pagi datang. Ketika terbangun, mereka langsung mendobrak pintu rumah Rasulullah SAW, menuju ke tempat tidur beliau.

Ternyata mereka mendapati bahwa yang tidur di sana adalah Ali bin Abi Thalib, bukan Rasulullah SAW. Dalam rasa kecewa karena gagal, mereka meninggalkan Ali begitu saja, karena memang tidak ada perintah untuk membunuh Ali. Maka selamatlah Ali. Subhanallah..

Kemudian para pemuka Quraisy mengeluarkan undang-undang. “Barang siapa yang bisa mendapatkan Muhammad, hidup atau mati, maka dia akan mendapatkan imbalan 100 ekor unta.”

Orang-orang kafir Quraisy pun berlomba-lomba mengejar Rasulullah SAW yang sudah pergi berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah.

*tobecontinued*

kisah ini dalam versi audio mp3 Ceramah oleh ustadz Abi Makki bisa didownload atau streaming dari link : http://www.4shared.com/mp3/RgctCYS9/sirah_nabawi_11_perintah_hijra.html

Sirah Nabawi -part 11- Rasulullah Hijrah

Episode 11.2
Chapter: Rasulullah Hijrah

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Secara periodik, orang-orang muslim Mekkah bisa hijrah ke Madinah. Dua bulan lebih beberapa hari setelah baiat aqabah kedua, tak seorang pun dari orang-orang mukmin yang menyisa di Mekkah, kecuali Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Ali, yang memang diperintah untuk tetap tinggal di Mekkah. Ada pula beberapa orang lain yang ditahan orang-orang musyrik secara paksa di Mekkah.

Saat itu, Abu Bakar sudah resah. “Ya Rasulullah, bolehkah saya berhijrah sekarang?”

“Tunggu Abu Bakar, mungkin Allah akan menjadikan seorang teman untuk berhijrah bersamamu sehingga kau tidak sendirian,” jawab beliau.

‘Siapa ya kira-kira orangnya?’ tanya Abu Bakar dalam hati. Namun Abu Bakar percaya apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW.

‘Daripada nanti siap-siapnya lama, sekarang saja saya siapkan 2 ekor unta. Saya tidak tahu siapa yang akan menemani saya berhijrah, saya takutkan orang itu tidak punya unta,’ maka Abu Bakar pun menyiapkan 2 ekor unta beserta segala perbekalan untuk hijrah. Subhanallah..

Kira-kira selang dua bulan setengah setelah baiat aqabah kedua, di suatu malam, para pemuka Quraisy mengadakan pertemuan tertutup. Ini merupakan pertemuan yang paling penting dalam sejarah mereka, yang dihadiri para wakil dari setiap kabilah Quraisy. Ada Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, Abu Sufyan, dan pemuka Quraisy yang lainnya.

Pertemuan ini bersifata sangat rahasia dan tertutup. Tidak boleh ada keturunan dari Abdul Muththalib, bani Abdul Muththalib, bani Abdul Manaf, bani Hasyim, semua orang-orang yang dekat dengan Muhammad SAW.

Mereka berkumpul untuk mencari cara bagaimana untuk menghentikan dakwah Muhammad SAW. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.

“Siapa?”

Ketika dibuka, tampaklah seorang yang sudah tua, rambutnya serba putih, jenggotnya serba putih, memakai baju layaknya penduduk Najdi.

“Apakah kalian para pemuka Quraisy?” tanya orang tua itu

“Ya”

“Apakah kalian sedang bermusyawarah untuk mengahncurkan dakwah Muhammad?”

“Ya”

“Kami dari Najdi hendak ikut bermusawarah.”

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa itu adalah syaithan yang turun ke bumi untuk ikut menghancurkan dakwah. Na udzu billah..

Abul-Bukhtury menyampaikan usulan, “Saya punya pendapat. Muhammad kita penjarakan saja.”

Abu Jahal menimpali, “Ini bukan pendapat saya. Kalau seandainya dia dipenjara, nanti banyak orang datang untuk melepaskannya. Lalu dia bisa ceramah, berdakwah lagi.”

Lihat, sekarang kan banyak contohnya ulama yang dipenjara, namun di penjara dia tetap bisa menulis buku dakwah, seperti Ibnu Taimiyah, Buya Hamka dan masih banyak lagi lainnya. Subhanallah..

Ada lagi yang berpendapat, “Muhammad kita buang ke padang pasir sehingga dia tidak bisa kembali.”

Kata syaithan, “Ini bukan pendapat saya.”

Abu Jahal menimpali, “Benar, ini juga bukan pendapat saya. Nanti bisa saja dia selamat, menemukan jalan kembali bersama para pengikutnya. Dia akan dendam sama kita.”

Sebelumnya perlu diketahui, bahwa salah satu kebiasaan/tabiat orang Arab pada saat itu adalah membayar diyat/denda jika membunuh seseorang. Misal si A dari kabilah AA membunuh si B dari kabilah BB. Maka si A wajib membayar diyat sebanyak 100 ekor unta kepada kabilah AA. Tapi kalau seandainya tidak mau membayar, maka harus perang. Kabilah BB akan memerangi kabilah AA.

Abu Jahal pun menyampaikan usulannya, “Begini saja. Di Mekkah ini ada sekitar 50-an kabilah. Dari setiap kabilah, kita tunjuk satu orang untuk membunuh Muhammad secara bersama-sama, maka darahnya ada di setiap pedang setiap kabilah. Seandainya nanti kabilah keluarga Muhammad menuntut membayar diyat, mereka tidak akan sanggup memerangi ke-50 kabilah ini, pasti mereka akan kalah.”

Maka saat itu syaithan berteriak, setuju, “Ini pendapatku, ini pendapatku.” Saat itu Abu Jahal lebih dahsyat jahatnya daripada syaithan. Syaithan saja tidak terpikir ide itu, tapi Abu Jahal justru punya ide jahat seperti itu. Maka ide Abu Jahal itu disepakati oleh seluruhnya, na ‘udzu billah..

Maka ditentukan waktunya untuk mengepung rumah Muhammad SAW dan membunuhnya.

Sementara itu, Rasulullah SAW belum berhijrah karena selain mendahulukan keselamatan umatnya, beliau juga masih menyelesaikan urusan pembagian amanah yang dititipkan kepada beliau.

Jadi saat itu, orang-orang musyrik pun banyak yang menitipkan harta kepada Rasulullah SAW untuk diikutkan dalam modal perdagangan beliau, sehingga mereka juga ikut mendapat keuntungan.

Ada juga yang menitipkan karena dia mau pergi jauh, untuk jaga-jaga kalau ada apa-apa, maka Rasulullah SAW yang diserahi urusan pembagian harta warisan mereka.

Subhanallah.. jadi banyak orang-orang musyrik yang percaya kepada Muhammad SAW, namun beriman tidak mau. Aneh ya? Itulah orang jahiliyah pada waktu itu.

Maka Rasulullah SAW menerima titipan amanah yang sangat banyak.

Rasulullah SAW pun memanggil Ali bin Abi Thalib, “Ali, sebelum saya hijrah, saya titipkan amanah untuk mengembalikan harta si fulan, beserta jatah keuntungan untuknya,” dan seterusnya dibagikan semuanya.

Orang-orang kafir yang diserahi tugas untuk membunuh Rasulullah SAW sudah mengepung rumah beliau, “Muhammad masih ada di dalam, tapi masih ada Ali. Kita tunggu sampai Ali keluar,” maka mereka pun menunggu di sekeliling rumah, sampai hari gelap.

Saat itulah jibril turun, “Muhammad, saat ini Allah telah mengijinkanmu dan memerintahkanmu untuk berhijrah.” Jibril pun memberitahu rencana orang-orang kafir yang hendak membunuh beliau.

Maka setelah urusan titipan amanah selesai, Rasulullah SAW berkata kepada Ali, “Ali, siapa saja yang berani tidur di atas kasurku, maka baginya adalah surga.”

“Saya, ya Rasulullah,” jawab Ali tanpa ragu.

Subhanallah.. bayangkan, menggantikan tidur di kasur Rasulullah SAW yang sedang dalam incaran akan dibunuh, sama saja menawarkan nyawa ya?

Maka orang di dunia ini yang pertama kali menawarkan nyawanya bagi Rasulullah SAW adalah Ali bin Abi Thalib. Subhanallah..

“Tidurlah di atas kasurku. Tidurlah dengan berselimut mantelku. Sesungguhnya engkau tetap akan aman dari gangguan mereka yang kau khawatirkan,” kata Rasulullah SAW kepada Ali. Lalu Ali tidur dengan berselimut sehingga tidak terlihat wajahnya.

Maka Rasulullah SAW pun bersiap untuk meninggalkan rumahnya.

*tobecontinued*

kisah ini dalam versi audio mp3 Ceramah oleh ustadz Abi Makki bisa didownload atau streaming dari link : http://www.4shared.com/mp3/RgctCYS9/sirah_nabawi_11_perintah_hijra.html

Sirah Nabawi -part 11- Permulaan Hijrah

Episode 11.1
Chapter: Permulaan Hijrah

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Pada episode sebelumnya, kita telah membahas muqoddimah hijrah. Dan telah diterangkan bahwa hijrah ke Madinah ini, beda dengan hijrah ke Habasyah, karena hijrah ke Madinah ini adalah perintah hijrah, bukan ijin hijrah seperti saat hijrah ke Habasyah.

Hal ini sesuai dengan yang telah tertulis di dalam kitab Taurat dan Injil bahwa kelak nabi akhir zaman, Muhammad SAW, akan hijrah ke tempat yang banyak kurmanya, dan saat itu, Madinah sangat banyak kurmanya.

Di peristiwa Hijrah inilah, tampak kehebatan Rasulullah SAW sebagai seorang pemimpin, beliau tidak lantas berangkat sendiri, ‘yang penting saya selamat’, tidak demikian. Tetapi beliau menyuruh umatnya untuk berangkat hijrah terlebih dahulu, ‘nanti saya yang terakhir, belakangan’.

Jadi beliau menyelamatkan umat lebih dahulu. ‘Kalau di Mekkah sudah tidak ada lagi kaum muslim, ketika semua sudah menyelamatkan diri dengan hijrah ke Madinah, baru saya akan berangkat,’ seperti itulah Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat.

Dan Rasulullah SAW meyakinkan semua umat muslim Mekkah untuk berangkat hijrah ke Madinah. Karena makna hijrah ini bukan sekedar mengabaikan kepentingan, mengorbankan harta benda dan menyelamatkan diri semata, setelah hak mereka banyak yang dirampas. Tapi bisa saja mereka akan mengalami kebinasaan pada permulaan hijrah itu atau pada akhirnya.

Hijrah ini juga menggambarkan sebuah perjalanan ke masa depan yang serba mengambang, tidak diketahui apa duka dan lara yang akan menyusul di kemudian hari. Tetapi Rasulullah SAW meyakinkan semua umatnya untuk berhijrah.

Yang pertama kali berangkat hijrah ke Madinah adalah Abu Salamah dan Ummu Salamah serta anaknya. Ummu Salamah ini kelak menjadi salah satu istri Rasulullah SAW, setelah menjadi janda karena Abu Salamah wafat.

Lalu disusul oleh sahabat-sahabat yang lain yang juga berangkat hijrah ke Madinah, seperti Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan lainnya. Dan semuanya berangkat secara sembunyi-sembunyi, karena kalau ketahuan, bisa dibunuh atau disiksa oleh kaum musyrik Mekkah. Maka mereka berangkat di tengah malam, saat sepi, mereka berangkat hijrah dengan sembunyi-sembunyi.

Hanya satu yang terang-terangan berhijrah, yakni Umar bin Khaththab. Subhanallah..

Dengan membawa perbekalan di atas untanya, saat mau berangkat hijrah, Umar thowaf terlebih dahulu di Ka’bah. Setiap bertemu dengan orang, Umar mengatakan, “Saya mau hijrah.” Tapi tidak ada komentar apa-apa dari orang kafir.

Selesai thowaf, Umar datang ke kaum musyrik Mekkah yang sedang berkumpul, lalu berkata,

“Siapa saja di antara kalian, yang ingin anaknya menjadi yatim, maka laki-lakinya aku tunggu di balik bukit itu. Aku tunggu! Aku mau hijrah.”

Artinya apa?

Umar menantang siapapun yang berani menghalanginya hijrah.

Umar pun berangkat hijrah dengan santai dan terang-terangan. Setibanya di balik bukit, Umar menunggu, tapi tidak ada yang datang. Tidak ada satu orang pun yang berani datang menghalangi Umar.

Umar berkata, “Dasar pengecut semuanya. Nanti kami akan datang merebut kembali kota Mekkah al mukarromah.”

Maka berangkatlah Umar hijrah ke Madinah. Jadi satu-satunya yang tidak sembunyi-sembunyi saat hijrah ke Madinah adalah Umar bin Khaththab.

*tobecontinued*

kisah ini dalam versi audio mp3 Ceramah oleh ustadz Abi Makki bisa didownload atau streaming dari link : http://www.4shared.com/mp3/RgctCYS9/sirah_nabawi_11_perintah_hijra.html