Episode 11.6
Chapter: Memasuki Madinah
Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..
Setelah melakukan perjalanan hijrah selama berhari-hari, Rasulullah SAW meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun ke-14 dari nubuwah atau tahun pertama hijrah, beliau tiba di Quba’ pada hari senin tanggal 8 Rabi’ul-Awwal, bertepatan dengan tanggal 23 September 622 M.
Di tengah perjalanan sebelum tiba di Quba’, beliau bertemu dengan Az-Zubair yang sudah masuk Islam, beserta sekumpulan kafilah dagang yang pulang dari Syam. Az-Zubair memberikan kain putih kepada beliau dan Abu Bakar.
Ketika orang-orang muslim di Madinah mendengar kabar tentang kepergian Rasulullah SAW dari Mekkah, maka setiap pagi mereka keluar menuju tanah lapang menunggu kedatangan beliau. Lalu mereka pulang tatkala panas matahari menyengat pada tengah hari.
Suatu hari tatkala mereka sedang pulang setelah menunggu sekian lama dan tatkala mereka sudah masuk ke rumah mereka masing-masing, ada salah seorang Yahudi yang naik ke atas benteng mereka untuk suatu keperluan. Saat itu dia melihat Rasulullah SAW dan rekan-rekannya, membentuk titik putih yang kabur karena fatamorgana.
Orang Yahudi itu tidak kuasa menahan diri untuk berteriak dengan suara nyaring, “Wahai semua orang Arab, itulah kakek kalian yang kalian tunggui-tumnggu.” Seketika itu orang-orang muslim menghampiri senjatanya.
Orang-orang muslim bertakbir karena gembira atas kedatangan beliau. Suara hiruk-pikuk dan takbir bergema di kalangan Bani Amr bin Auf. Mereka pun keluar rumah untuk menyongsong dan menyambut dengan ucapan selamat atas nubuwah beliau, lalu mereka bergerombol di sekeliling beliau.
Beliau diam dengan tenang, karena wahyu turun kepada beliau,
“Sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang Mukmin yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”
(QS At Tahrim 66:4)
Lalu mereka menyongsong kedatangan Rasulullah SAW. Beliau berjalan bersama mereka hingga berhenti di bani Amr bin Auf. Abu Bakar berdiri, sementara beliau hanya duduk sambil diam.
Orang-orang Anshar yang belum pernah melihat beliau, mengira bahwa beliau adalah Abu Bakar yang berdiri itu. Tatkala panas matahari mengenai beliau, maka Abu Bakar segera memayungi beliau dengan mantelnya. Pada saat itulah mereka baru tahu yang mana yang Rasulullah SAW.
Semua penduduk Madinah berkerumun untuk mengadakan penyambutan. Ini adalah hari yang sangat meriah. Sepanjang sejarahnya Madinah tidak pernah mengalami kejadian seperti itu.
Rasulullah SAW berada di Quba’ di rumah Kultsum bin Al-Hidn. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau menetap di rumah Sa’d bin Khaitsamah. Pendapat yang pertama lebih kuat.
Sementara itu, Ali bin Abu Thalib masih berada di Mekkah untuk menyelesaikan urusan Rasulullah SAW dengan beberapa orang seperti yang dipesankan beliau. Setelah itu dia hijrah ke Madinah dengan cara berjalan kaki, hingga bertemu beliau di Quba’ dan juga menetap di rumah Kultsum bin Al-hidn.
Beliau berada di Quba’ selama 4 hari, yaitu Senin sampai dengan Kamis. Di sana beliau membangun masjid Quba’ dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas dasar takwa setelah nubuwah.
Pada hari Jum’at, beliau melanjutkan perjalanan, dan Abu Bakar membonceng di belakang beliau. Utusan dikirim kepada Bani An-Najjar, yang masih terhitung paman beliau dari sang ibu, lalu mereka pun datang sambil menghunus pedang. Mereka serombongan menuju Madinah.
Sholat Jum’at dilakukan di Bani Salim bin Auf. Maka beliau melaksanakannya di masjid di tengah lembah. Jumlah mereka ada seratus orang.
Seusai sholat Jum’at, Rasulullah SAW memasuki kota Madinah. Sejak hari itulah Yastrib dinamakan Madinatur-rasul SAW, yang kemudian disingkat dengan nama Madinah saja. Ini adalah hari yang sangat monumental.
Semua rumah dan jalan ramai dengan suara tahmid dan taqdis. Sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait syair karena senang dan gembira.
“Purnama telah terbit atas kami
Dari arah Tsaniyyatul-Wada’
Kita wajib mengucap syukur
Dengan doa kepada Allah semata
Wahai orang yang diutus kepada kami
Kau datang membawa urusan yang ditaati”
Sekalipun orang-orang Anshar bukan termasuk orang-orang yang sangat kaya, tetapi setiap orang di antara mereka berharap agar Rasulullah SAW singgah di rumahnya.
Tak ada satu rumah pun yang dilalui beliau melainkan mereka pasti memegang tali kekang onta beliau, sambil meminta agar beliau berkean singgah di rumahnya.
Beliau bersabda, “Berilah jalan kepada onta ini, karena ia adalah onta yang sudah diperintah.”
Onta beliau terus berjalan hingga tiba di suatu tempat yang sekarang ini menjadi Masjid Nabawy. Di tempat ini ia menderum. Namun beliau tidak turun dari punggungnya. Onta ini berdiri lagi berjalan beberapa langkah, menolehkan kepala lalui kembali lagi dan menderum di tempat semula.
Baru kemudian beliau turun dari punggungnya. Tempat itu berada di Bani An-Najjar, yang masih terhitung paman-paman beliau.
Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah rumah kerabat kami yang paling dekat jaraknya?”
Abu Ayyub Al-Anshary menjawab, “Aku wahai Rasulullah. Itu rumahku dan itu pintunya.”
Maka beliau beranjak dan Abu Ayyub menyiapkan tempat yang biasa dipergunakan untuk istirahat siang. Saat itu beliau bersabda, “Orang-orang yang berada pada barakah Allah.”
Selang beberapa hari kemudian istri beliau, Saudah dan kedua putri beliau, Fatimah dan Ummu Kultsum tiba di Madinah, bersama-sama dengan Usamah bin Zaid, Ummu Aiman, Abdullah bin Abu Bakar dan seluruh keluarga Abu Bakar, termasuk pula Aisyah.
Sementara Zainab, putri beliau masih tinggal bersama suaminya, Abul-Ash di Mekkah. Zainab belum memungkinkan untuk hijrah, dan baru hijrah setelah Perang Badr.
Aisyah berkata, “Tatkala Rasulullah SAW sudah tiba di Madinah, sementara Abu Bakar dan Bilal merintih kesakitan, aku segera menemui keduanya dan bertanya, “Wahai ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”
Biasanya jika Abu Bakar terkena demam, maka dia mnejawab dengan sebuah syair.
“Kala pagi setiap orang bisa berkumpul dengan keluarga
Namun kematian lebih dekat daripada tali terompahnya.”
Aisyah berkata, “Lalu aku mendatangi Rasulullah SAW dan mengabarkan keadaannya itu.”
Maka beliau berdoa, “Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah ini seperti cinta kami kepada Mekkah atau bahkan lebih banyak lagi. Sebarkanlah kesehatan di Madinah, berkahilah ukuran dan timbangannya, singkirkanlah sakit demamnya dan sisakanlah air padanya.”
Begitulah bagian akhir dari hijrah Rasulullah SAW, yang menandai berakhirnya separuh periode dakwah Islam, yaitu periode Mekkah.
*tobecontinued*